Clock

Thursday, December 6, 2007

Take Care

Bumi seakan telah menjadi metafora suatu kehidupan. Semua tak dapat dipungkiri atau dikhianati. Kenyataan adalah suatu hal yang tabu untuk dilalui. Terkadang menyakitkan, namun terkadang mengembirakan. Semua hal memang terjadi begitu saja. Kitalah bagian dari suatu metafora itu sendiri. Hidup bukan hanya sekedar majas, namun suatu ironi. Semua berlandaskan pada ketetapan jiwa yang tangguh. Hidup tanpa kelemahan jika kita melawan. Semua bentuk akan tercipta menjadi suatu mimpi. Mimpi yang terdalam pada hati kita yang paling indah. Yaitu Cinta.......

Monday, November 26, 2007

Icha


Icha.....

Permata hatiku...

Kelembutan nafasku...

Penerang jiwaku...

Cahaya mimpiku...


Icha.....

Kamu nyata dihidupku..

Kamu berharga dihidupku..

Engkaulah impianku...

Melebihi diriku...


Icha....

Hanya engkaulah mahkota indahku dari surga...

Engkau telah tancapkan cinta dalam akar jiwaku...

Dan, aku tak ingin melepasnya...

Selamanya......

Thursday, September 6, 2007

Luka

Satu perih ciptakan rasa. Terasa perih dalam kebimbangan. Kepalsuan membangkit, teraba dalam raga, dan bercermin pada penantian. Rasa ini terus menunggu. Menjadikanku penuding sejati. Kebenaran tercipta bimbang. Dan aku bosan dengan kebimbangan. Diombang-ambingkan oleh ketidakpastian. Raga ini memang tercipta rasa. Keyakinanku atas itu terus membiru. Sebiru apai yang susah untuk dipadamkan. Aku hanyalah seorang pendosa. Yang bahkan tidak tahu apa artinya dosa. Makhluk pendendam yang fana terhadap dendam dan luka.

Sunday, May 20, 2007

Mereka

Mereka telah tersebar dosa dalam pengakuannya. Membasahi dinding yang telah dijadikan penyangga. Ketakutan telah membius jiwa raganya. Mereka selalu bersimpuh, bersujud, dan berdoa memohon agar belai kasih selalu datang dalam penghapusan dosanya. Mereka hanya diam, karena mereka tidak memiliki kekuasaan. Setiap gerbong yang mereka jalani selalu ditarik kembali oleh gerbong yang lebih kuasa. Bagaimana kita bisa menolong mereka?

Rasa yang terus hinggap dibenaknya hanyalah kesunyian. Gelas yang kosong, piring yang kotor, itulah jamahan mereka setiap hari. Mereka hanya bisa berpikir, tanpa bisa melakukan daya. Awan yang putih, mereka bilang hitam. Jalan yang ramai, mereka bilang sunyi. Rumput yang liar, mereka bilang hanya cobaan. Oh, apakah yang sebenarnya terjadi pada mereka?

Dalam batasan syair mereka mencoba menulis. Suatu kata indah yang tak dapat mereka jamah. Mereka itu rapuh bukannya putih. Selaput putih yang telah tercabik terus membuat mereka tegar. Mereka selalu bertanya, di mana wajah-wajah bopeng yang tidak pernah peduli pada kita? Apakah mereka hanya tidur di kursi malasnya? Atau apakah mereka sudah buta? Tanpa bisa melihat kebenaran dan perubahan, kita hanya bisa berharap pada keputusasaan.

Tuesday, May 15, 2007

Asa

Nafas adalah yang membuatku bernyawa. Bimbang adalah yang membuatku untuk memilih. Rapuh adalah yang membuatku tetap tegar. Dan Tuhan adalah yang membuatku tetap hidup.

Disetiap pagi aku selalu tersenyum. Menikmati langit yang cerah, udara yang sejuk, serta tetasan embun yang membasahi kelamunanku dalam mimpi. Disinilah aku hidup. Dalam dunia surga penuh nafsu. Seakan aku terbangun dalam mimpi, bukan nyata. Aku berkhayal, menginginkan sesuatu yang indah hadir dalam hidupku. Merenggut kejenuhanku yang mungkin sudah terlampau sesat. Aku menginginkan kebenaran, fakta, dan asa yang sesungguhnya. Aku lelah berdiri dalam kemunafikan. Aku lelah...........

Mungkin aku terlampau membenci duniaku. Hingga aku tak tahu siapa diriku yang sebenarnya. Mendekatkan diri pada Tuhan pun aku tak mampu. Kamu hanya ingin mengetahui kebenaran?? Dasar!!! Aku hanya ingin berpijak pada sandaran yang benar, bukanlah suatu kebodohan yang utuh. Perlahan aku mulai sadar, kebenaran tunggal hanyalah satu. Tuhanku....

Wednesday, April 18, 2007

Sanubari Cinta

Sejenak aku melangkah, dalam kehanyutan sepi yang telah meronai diriku. Hilang sudah semua rasa, cinta, hidup dan harapan. Setiap langkahku aku getarkan roda cinta dalam kasih putih. Sedih dalam kebanggaan, indah dalam kemusnahan. Mula-mula aku bertasbih. Mencari jati diriku yang sebenarnya. Awan gelap menyelimuti kerenunganku, hingga kudekap mesra melembut dalam keindahan. Harapan hanyalah harapan, kataku. Meskipun aku berharap, tak berharap, itu saja masih terasa berat.

Malaikat penjemput sebentar lagi menghampiriku. Memberikan keindahan senyumnya yang terasa indah pada ujung nafasku. Duniapun meronta, begitupula aku….. Dimana sanubari yang memberikan keabsahan cinta dalam pandangan suci manusia? Oh……..tanyaku dalam bisu. Mereka sadar, mereka tahu bahwa aku bukanlah apa, siapa, guna, dan cita. Aku hanyalah lempung yang diinjak dengan tangan, kemudian diputar dan dibakar sampai hilang akal. Ya, tapi aku adalah sesuatu, gumamku dengan semangat. Aku adalah sesuatu yang tidak dapat dengan enaknya dimainkan oleh manusia. Aku bernyawa dan aku berdosa. Keharuman wangi tubuhku telah membangkitkanku dalam harapan. Harapan yang indah yang terisi oleh sanubari cinta.


Kegelapan jiwa mulai aku hilangkan. Kucari kesucian hati yang ingin menjadi sebuah jawab. Kekekalan bukanlah suatu alami, melainkan sesuatu keabadian pada fananya dunia. Menghilangkan adalah sesuatu perbuatan yang jenuh dan jemu. Fajar pagi haripun tak bisa menjawabnya, bahwa kekal itu belum tentu abadi. Aku bukanlah seorang feminis, marxis, ataupun animis. Tapi aku tahu bahwa dunia ini tidaklah kekal, namun cintaku abadi selamanya bersamaMu.

Monday, April 16, 2007

Suatu Cinta Yang Diasingkan

Sudah cukup sekian tubuhku diasingkan. Pada saat mataku tertutup tak berbicara. Tubuh melihat tanpa pandangan. Suatu alur tanpa tujuan. Kemudian menjauh perlahan tanpa ujung. Dan kembalilah aku di pesakitan tidurku. Meratapi langit putih yang telah tergores menjadi hitam. Hanyalah suatu ilusi untuk dilalui. Tanpa melihat suatu sastra yang indah dengan keanggunan katanya. Mendaki dari kejauhan aku tak terbaca. Melewati detik nafas jiwa yang tak kunjung reda. Api itu terus berkobar dengan dihiasi indah senyuman. Aku terus melewati neraka hidup ini. Suatu kejenuhan yang aku sendiri jenuh. Jenuhku pada satu cinta suci, aku terus mengeluh.

Apalah arti semua ini? Itu hanya tanyaku.

Setiap saat aku terus merenung. Mendekap diriku sendiri beserta merayu kehangatan tubuh. Pada aliran detak kasih yang aku miliki. Sepiku di atas rayuan pasir yang terus memberiku suatu kelembutan. Sampai kelembutan itu terus mencabikku tanpa henti hingga akhir hidupku dan terus aku mati tanpa gumpalan nyawa. Membeku sendiri diatas pangkuan dosa yang tak pernah terbaca. Terbeban sakit dunia yang kini aku rasakan. Perih ini telah tercipta noda. Kerapuhan hati kini bukanlah hanya suatu hal yang tabu. Kejam telah biasa aku rasakan. Suatu kebiasaan ini semakin merenung di pundakku. Membebaniku layaknya sakitku.

Aku tidak pernah menginjakkan kakiku diatas air yang jernih. Yang memberiku keindahan rona pelangi. Memancarkan indah warna, suatu keagungan tanpa batas. Inginku seperti itu hanyalah sebuah angan. Senyuman itu telah terambil kembali. Kembali kepada seseorang yang dimiliki, bukan aku. Aku hanyalah suatu rumput liar yang tumbuh diatas hutan tak berkalbu. Terinjak oleh suatu cinta yang seharusnya menggapaiku. Yang seharusnya menyambutku dengan keindahan tubuhnya, keanggunan jiwanya, dan keabadian cintanya. Rona cintamu itu terus mendekapku. Jamahan itu telah mengubah hatiku yang hitam kembali menjadi putih. Hingga kau kembalikan lagi hatiku yang telah putih itu menjadi hitam. Bahkan hitam untuk selamanya. Dan harapku akan cinta ini kembali menjadi putih suci yang di kasihi oleh kisah sejati seperti di masa lalu yang indah. Tidak diasingkan dan kembali padamu.

CREATED BY

GARRY CHRYSANTA