Clock

Wednesday, February 27, 2008

PERSEMBAHAN UNTUK AYAHKU

Malam itu terasa begitu dingin. Angin bergerak menembus cakrawala jiwa dalam benakku. Hasratku begitu pilu oleh perpisahan itu. Perpisahan dimana sementara aku akan kehilangan bimbingan penuh kasih tiada tara sebagai bekal hidupku yang akan datang. Hatiku bergetar disaat aku menjabat tanggannya. Aku bagaikan manusia kerdil yang menyentuh malaikat dengan penuh sinar keabadian di kala itu. Namun, seiring waktu yang mengalun deras, tak dapat jua aku menahan isak tangis dalam hatiku. Aku merasa sangat kehilangan seorang pahlawan hidup yang tak dapat aku jumpai secara nyata dalam jangka waktu beberapa bulan ke depan.
Ayahku, beliaulah tonggak harapan segala asa-ku. Penegak segala jati diriku yang tak mungkin goyah. Beliau telah meletakkan besarnya semangat jiwa di atas pundak impianku. Mataku berkaca-kaca dikala perpisahaan sementara itu. Akan tetapi diriku telah berjanji akan selalu berjuang untuk melawan segala impian yang telah beliau tancapkan dalam akar hatiku. Aku berjanji akan hal itu, nyawaku adalah taruhannya.
Aku berjanji bahwa aku tak akan pernah menyia-nyiakan segala kepercayaan yang telah beliau berikan padaku, segala pengorbanan yang telah beliau pertaruhkan dengan nyawanya, dan sederas tetesan keringat yang telah beliau hasilkan untuk terus membuatku tetap bernyawa. Aku pilu apabila mengingatnya. Namun, aku harus tersadar bahwa akulah harapan beliau di masa akan datang. Dan aku akan terus berjuang untuk memenuhi segala impiannya. Aku janji…aku janji…aku janji…dan aku janji akan menggunakan segenap kepercayaan beliau dengan sebaik-baiknya.